Atasi PostPartum Blues dengan ‘Be Care’

Kesehatan366 Dilihat

Palembang, Focuskini

Naskah ini ditulis sendiri oleh penulis, Intan Kumalasari, APP, M.KM. ia adalah seorang Peneliti, Penulis dan Dosen Poltekkes Kemenkes Palembang, bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya Kesehatan Remaja, Ibu dan Anak. Naskah ini kami bagi menjadi dua edisi.

Memiliki bayi adalah anugerah terindah sekaligus eksistensi menjadi seorang ibu. Menyaksikan manusia mungil terlahir dari rahim kita dan melihat dia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang kelak akan mempunyai kehidupannya sendiri itu rasanya begitu menakjubkan.

Sering rasanya seorang ibu menjadi tidak percaya dan bertanya, “Oh, rupanya ini anak yang dulu ada di perutku? Sekarang sudah bertambah usia ya? Cepat sekali ya.

“Serius? Cepat?”. Rasanya untuk ibu yang banyak terlibat langsung merawat bayi pasti tidak secepat itu. Melewati hari-hari dan tidak memedulikan siang dan malam yang penting ada si Kecil di tangan, ah…, rasanya begitu indah.

Namun kenyataan sering kali tak seindah kisahnya. Saat seorang bayi lahir ke dunia, maka saat itu pula seorang ibu terlahir kembali dengan kisah-kisah baru yang siap diuraikan. Ada yang menjadi kisah super indah bak negeri dongeng, tapi ada pula yang menjadi sebuah kisah pilu karena diisi dengan kesedihan yang tak beralasan, menangis tanpa sebab, suasana hati yang mendadak berubah, emosi yang labil, merasa tidak sabar, sangat mudah tersinggung, resah, cemas dan merasa kesepian dan beberapa gangguan psikologis lainnya. Kondisi seperti ini disebut dengan postpartum blues.

Postpartum blues atau dikenal juga dengan baby blues merupakan gangguan adaptasi mental seorang ibu yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Postpartum blues adalah gangguan mood yang relatif sering dialami ibu pasca persalinan. Puncak gejala postpartum blues terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 pasca persalinan dengan durasi mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari.

Periode post partum (pasca persalinan) adalah periode yang berhubungan dengan perubahan fisik dan emosional yang intens mengarah pada gangguan kecemasan dan suasana hati. Ada tiga derajat gangguan mood pasca persalinan, yaitu, postpartum blues, depresi postpartum (PPD), dan postpartum psychosis.

Gejala ataupun tanda yang sering muncul pada ibu yang mengalami postpartum blues adalah :
Reaksi depresi/sedih/disforia
Mudah menangis (tearfulness)
Mudah tersinggung (irritable)
Cemas
Nyeri kepala (headache)
Labilitas perasaan
Cenderung menyalahkan diri sendiri, merasa tidak mampu
Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan (appetite).

Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan, dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai sepuluh hari atau lebih. Namun ada yang mengalami hingga beberapa minggu atau bulan. Kemudian dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.

Prevalensi kejadian postpartum blues bervariasi di seluruh dunia. Prevalensi postpartum blues di Tanzania sebanyak 80%, sementara di Jepang 8%. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kriteria diagnosis dan metodologi penelitian yang berbeda pada masing-masing penelitian. Di Asia, prevalensi depresi pasca persalinan antara 3,5%-63,3% dimana Malaysia dan Pakistan menjadi peringkat yang terendah dan tertinggi.

Angka kejadian postpartum blues di Indonesia secara pasti belum diketahui, namun beberapa penelitian menunjukkan angka kejadian postpartum blues berada di rentang 50-70%. Rendahnya angka kejadian postpartum blues dibandingkan negara- negara lain diduga karena budaya dan sifat orang Indonesia yang cenderung “nrimo” dan bersabar menerima apa yang dialaminya, serta masih kentalnya tradisi membantu kerabat yang baru melahirkan, semakin memperkuat keyakinan kalau wanita Indonesia “kebal‟ terhadap postpartum blues syndrome.

Belum Tahu Penyebabnya

Penyebab postpartum blues tidak diketahui secara pasti, tapi diduga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti:
Fluktuasi hormonal
Faktor psikologis dan kepribadian
Adanya riwayat depresi sebelumnya
Riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi
Persalinan section caesarea
Kehamilan yang tidak direncanakan
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
Ibu yang menyusui dan mengalami kesulitan dalam menyusui
Ibu yang tidak mempunyai pengalaman merawat bayi.

Sementara beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan postpartum blues yaitu Karakteristik ibu (usia, pendidikan, pekerjaan), riwayat obstetrik (Paritas, Usia Kehamilan, Jenis Persalinan, komplikasi/penyulit persalinan) dan faktor psikososial (perencanaan kehamilan, dukungan keluarga dan kelelahan fisik).

Ibu postpartum blues harus diidentifikasi sejak awal dan ditangani secara adekuat, karena bila tidak diobati akan menempatkan ibu pada risiko penyakit yang berulang dan berdampak jangka panjang terhadap peran ibu yang berhubungan dengan perkembangan emosional dan perilaku anak, serta peran ibu di keluarga.

Penanganan Postpartum blues yang tidak tepat dapat berkembang menjadi depresi postpartum atau bahkan gejala yang lebih berat yaitu psikosis. Untuk itu, sangat diperlukan sistem yang dapat mengidentifikasi kondisi kesehatan ibu selama kehamilan dan masa nifas sehingga gangguan mood pasca melahirkan dapat diidentifikasi sejak dini dan diobati dengan tepat baik dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi psikologis ibu pasca persalinan adalah dengan EPSD (Edinburgh Postnatal Depression Scale). Hasil dari perhitungan EPDS dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis masalah ibu dengan cepat dan memberikan pengobatan depresi postpartum blues yang tepat, serta meningkatkan kesejahteraan ibu dan bayi, dan memastikan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak. (*)