Dukung Program UMKM PASTA-30, Pertamina Libatkan ODGJ Dalam Pengolahan Limbah Gorengan

Palembang597 Dilihat

Focuskini.id, Palembang

Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) merupakan orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk kumpulan gejala dan perubahan perilaku layaknya orang-orang normal pada umumnya, yang mana biasanya ODGJ juga kerap dianggap sebelah mata oleh sebagian masyarakat.

Namun, selama setahun terakhir warga di RT/RW 30/11, Kelurahan Talang Betutu, Kecamatan Sukarame, Palembang, Sumatera Selatan mulai membuat stigma atau pandangan masyarakat mengenai ODGJ berubah kearah yang positif.

Salah seorang warga bernama Rusli mulai mengolah limbah gorengan menjadi olahan yang bernilai lebih seperti mengubahnya menjadi bahan bakar biosolar atau biodiesel dengan melibatkan ODGJ dalam pengolahannya.

“Untuk pekerjanya sendiri kami ajak warga sekitar untuk bekerja, termasuk ODGJ yang telah dipilih dari Yayasan Bagus Insani Mandiri. Jadi mereka diberdayakan disini, dan disini kita menyebutnya mitra ya bukan ODGJ,” katanya.

Hal itu dilakukan karena dirinya merasa resah terhadap limbah-limbah gorengan yang dibuang oleh pedagang ke tempat pembuangan sampah hingga tercecer ke jalan raya.

“Oleh karena itu saya mencoba memutar otak untuk supaya bagaiamana semua ini menjadi sesuatu yang bermanfaat dan berharga. Jadi gorengan ini kan masih ada sisa minyaknya, kita coba-coba saja mengolahnya supaya minyak jelanta itu bisa bermanfaat, dan ampasnya kita jadikan untuk pakan ternak,” katanya.

Ia menjelaskan pengolahan jelanta ini bahan dasarnya dari limbah makanan seperti gorengan, ayam goreng, getas, dan tahu sumedang yang kemudian diolah menjadi satu.

“Kita tahap awal masing-masing limbah itu bertanya 5kg jadi dikumpulkan semuanya menjadi 20kg. Lalu semua bahan itu tadi dimasak sampai menjadi bubur, kemudian dimasukkan ke spinner untuk dipisahkan ampasnya tadi dengan minyak hasil gilingnya tadi,” jelasnya.

Untuk mendapatkan limbah gorengan secara gratis dari para pedagang. Namun, para edagang yang bersangkutan mengetahui jika limbah tersebut untuk diolah kembali dan menghasilkan sesuatu yang bernilai, para pedagang mulai meminta limbah tersebut untuk dibeli.

“Awalnya kami mengambil remahan gorengan itu dari tempat sampah ataupun langsung mengambil dari pedagangnya, tapi karena mereka sudah tahu ini menghasilkan jadi mereka minta untuk dibeli. Jadi sekarang itu kami istilahnya jemput bola ke pabrik atau langsung ke pedagangnya yang sekarang jadi langganan, kami membeli hitungannya per kilogram harganya Rp2500-Rp3000,” ujarnya.

Dengan mengolah limbah gorengan menjadi sesuatu yang bernilai, saat ini Rusli dan anggota lainnya dapat menghasilkan omset yang cukup besar tiap bulan, yakni hingga Rp40 jutaan dari pakan yang dibuat dari ampas olahan limbah gorengan.

“Untuk omset perbulan kami bisa sampai Rp40 jutaan, itu kita hitung 1 kilogramnya Rp4000, ini untuk ampasnya. Karenakan hasil pengelolaan ini 20kg lebih banyak ampasnya setelah diolah.

Sedangkan untuk jelantanya, kami mengumpulkan selama 2 bulan sekali batu setelah itu diantar ke supplier. Untuk 1 kilogram minyak jelanta harganya Rp10 ribu,” ungkapnya.

Penjualan pakan ternak dan minyak yang dihasilkan sudah mulai terjual ke luar Provinsi Sumatera Selatan, seperti ke Kalimantan dan Surabaya.

“Harapan kita, kedepan ada pembeli minyak jelanta ini dari daerah Sumsel khususnya di Palembang. Jadi produk kami ini tidak hanya dijual ke luar, tetapi ke dalam daerah juga. Oleh karena itu kami meminta hal ini bisa dipublikasi, agar masyarakat di Sumsel tahu jika disini ada minyak jelanta yang bisa digunakan sebagai bahan baku bio solar. Kalau dipublikasi kan orang-orang jadi banyak membeli kesini dan tidak hanya pembeli dari luar kota saja, karena sejujurnya kami masih agak berat untuk ongkos kirimnya kalau ke luar kota, kalau di Palembang kan jadi agak lebih terbantu,” ucap Rusli.

Dengan inisiatif tersebut tentu membuat jumlah limbah organik itu berkurang secara signifikan, serta membantu mengurangi pencemaran lingkungan, terutama ekosistem air. Meskipun remahan gorengan termasuk limbah organik, tetap saja menjadi salah satu penyebab pencemaran ligkungan karena kandungan minyak di dalamnya.

Kemudian, dari limbah gorengan itu juga Rusli memanfaatkan sisa ampas dari proses akhir pengolahan untuk dijadikan pakan hewan ternak yang mengandung gizi dan cukup baik untuk pertumbuhan hewan. Jadi semua bahan yang digunakan dari pengolahan limbah itu bermanfaat dan dapat menghasilkan, sekaligus menjadi langkah ekonimis dan berkelanjutan.

Selain itu, pembuatan biodiesel dan pakan ternak dari limbah dapat menjadi alternatif yang lebih murah atau ekonomis daripada membeli bahan bakar diesel konvensional. Dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan mengubahnya menjadi bahan bakar yang berguna serta bernilai lebih, akan dapat membuat masyarakat bergerak menuju masa depan yang lebih maju, bersih, dan lebih mandiri secara energi.

Hal itu pula yang membuat PT. Pertamina Patra Niaga mendukung penuh inovasi tersebut dengan memberikan bantuan dalam bentuk Program CSR kepada warga Talang Betutu.

Dalam hal ini, Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II meluncurkan program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) “Pakan Ampas dari Minyak Jelantah (PASTA)-30” untuk Desa Talang Betutu Berseri dan Kreatif (Langturif).

“Nama langturif sebutan untuk kampung di Talang Betutu, dan dalam kampung ini diisi oleh beberapa program dan salah satu program unggulannya adalah PASTA-30,” ujar Junior Supervisor HSSE dan GA Pertamina Patra Niaga saat dibincangi langsung pada, Rabu 23 September 2024.

Savira mengatakan jika program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pertamina ini tidak hanya untuk memberdayakan warga sekitar, termasuk pula untuk memberdayakan ODGJ binaan Yayasan Bagus Insani Mandiri Kota Palembang yang memang kebetulan yayasan tersebut dekat dengan lokasi pengolahan limbah gorengan.

“Terkait dilibatkannya ODGJ dalam program PASTA-30 juga perlu pertimbangan dan proses yang cukup panjang, kebetulan di sekitar lokasi pengolahan ada yayasannya. Jadi dari sekian banyak ODGJ kita pilih mereka yang memiliki peluang yang memang dalam kondisi menuju sehat, baik fisik dan juga mental. Maksudnya tidak menutup kemungkinan memberikan peluang-peluang bagi mereka (ODGJ) untuk melakukan hal yang normalnya dilakukan oleh orang-orang biasa pada umumnya,” katanya.

Program itu terdiri dari 15 orang yang terlibat, dan untuk yang membantu proses pembuatannya sehari-hari ada enam pekerja yang mana dua diantaranya merupakan ODGJ dari yayasan yang sudah dipilih dan diberikan pemahaman dan pelatihan.

“Selain mendukung program itu, kami juga memberikan bantuan salah satunya alat spinner sebagai media untuk mengolah sampah organik tersebut. Kemudian kami juga memberikan pelatihan dan juga kesempatan-kesempatan bagi masyarakat, dan juga memberikan kesempatan serupa pada masyarakat yang dalam kategori ‘ODGJ’,” tuturnya.

Ia menjelaskan, bahan dasar untuk membuat PASTA-30 dikelolah langsung oleh kelompok masyarakat yang berfokus pada penggunaan ataupun reuse dari minyak organik berupa limbah atau remahan gorengan yang warga kumpulkan dari UMKM sekitar wilayah Talang Betutu untuk kemudian diolah kembali hasil dari limbah organik itu menjadi pakan ternak dan minyak jelantah atau bahan baku untuk bio solar (bio disel) yang bisa dijual.

Sebenarnya, untuk prosesnya sendiri belum ada keterkaitan langsung dengan Pertamina, akan tetapi secara tujuan dan latar belakang CSR Pertamina mendasari hal tersebut. Contohnya agar membangun masyarakatnya mandiri dan juga membuat masyarakatnya berpenghasilan daripada pemanfaatan program CSR tersebut.

“Karena kita sendiri bergerak di bidang hilir, yang kemudian minyak-minyak yang sudah jadi dan siap jual lalu kita bantu distribusikan. Oleh sebab itu, kalaupun untuk hasil bio solar atau bio diselnya itu belum bisa dikategorikan atau belum bisa dikatakan bersentuhan langsung,” jelasnya.

Diketahui, untuk gagasan atau ide-ide terkait pengolahan limbah gorengan tersebut dari masyarakat sekitar. Kemudian pihak Pertamina mendukung hal tersebut dengan memberikan fasilitas yang diperlukan dan mulai membentuk program PASTA-30.

“Kalau untuk ide-idenya, sebagian besar dari mereka dan kami fasilitasi. Awalnya tentu kami mediasi terlebih dahulu dengan masyarakat, kira-kira ide atau kesempatan-kesempatan apa yang bisa diolah yang bisa diproduksi terutama dari lingkungan mereka. Dari mediasi itu tentunya dengan kesepakatan bersama masyarakat itu juga barulah kita bentuk program PASTA-30 itu,” kata dia.

Selaras dengan hal tersebut, alasan Pertamina memilih Talang Betutu untuk program PASTA-30 karena wilayahnya terletak di ring satu dari perusahaan AFT SMB II. Kemudian, latar belakang yang lainnya yaitu Talang Betutu memang telah dipilih oleh Kecamatan Sukarame sebagai program kampung iklim yang memang diusung secara nasional oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK).

“Jadi disana kita memiliki dua program unggulan, salah satunya PASTA-30 yang berdiri sejak 2023 lalu. Karena ini termasuk program berkelanjutan, pastinya kita akan menambah bantuan berupa alat yang dibutuhkan oleh mereka dalam program ini, harapan kita di tahun 2027 mereka bisa mandiri, baik itu secara pengetahuan ataupun secara penghasilan,” kata Savira.

Salah seorang pelanggan tetap pakan ternak, Reksi Salim mengatakan semenjak memilih pakan ternak yang ia beli dari UMKM PASTA-30 membuat perkembangan hewan ternaknya menjadi lebih subur.

“Awalnya hanya mendengar dari tetangga yang bilang kalau di sekitaran sini ada yang jual pakan ternak, saya kira disini hanya mengelolah minyak jelntah saja ternyata ada pakannya juga. Karena disini sudah tau ada yang jual, jadi saya coba beli sedikit dulu dan cocok untuk bebek saya,” kata Reksi.

Ia mengungkapkan, meskipun harga pakan ternak yang Rusli jual jauh lebih murah tetapi untuk kandungan gizi cukup baik.

“Ternyata bebek saya jauh lebih nafsu makan dan terlihat lebih segar. Sebab, perkembangannya jauh lebih cepat dan harganya juga lebih ekonomis. Biasanya membeli per kilogram harganya cuma Rp4000, kalau di toko-toko biasanya 2x lipat lebih mahal jadinya sampai Rp8000, jadi saya lebih memilih beli disini sekarang,” ungkap Reksi. (Tia)