Palembang,Focuskini
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menjadi ancaman serius di Sumatera Selatan, seiring dengan terus meluasnya zona merah ke tujuh kabupaten. Hingga pertengahan Oktober 2025, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan (Sumsel) mencatat sedikitnya 702 kejadian karhutla di berbagai wilayah.
Kepala Bidang Penanganan Darurat BPBD Sumsel, Sudirman menyebutkan bahwa tiga kabupaten mencatat jumlah kejadian tertinggi, yakni Ogan Ilir (134 kasus), Musi Banyuasin (132), dan Ogan Komering Ilir (124).
“Ketiga wilayah ini merupakan kawasan yang didominasi lahan gambut dan mineral, sehingga sangat rentan terbakar, apalagi di tengah kondisi cuaca kering ekstrem,” ujar Sudirman, Senin (20/10/2025).
Ia mengatakan empat kabupaten lainnya juga masuk kategori zona merah karena mencatat lebih dari 30 kasus karhutla, yaitu Banyuasin (91), Muara Enim (69), Penukal Abab Lematang Ilir atau PALI (59), dan Musi Rawas (41).
“Potensi penyebaran api sangat cepat, terutama jika terjadi di lahan gambut kering. Karena itu, tujuh kabupaten tersebut menjadi fokus utama pengawasan dan penanganan,” katanya.
ia menuturkan menjelaskan bahwa kondisi kemarau panjang yang disertai angin kencang menjadi pemicu utama cepatnya penyebaran titik api di wilayah rawan.
“Mayoritas kebakaran terjadi di lahan perkebunan, semak belukar, dan lahan tidur yang belum dimanfaatkan,” tuturnya.
Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel telah menetapkan status siaga darurat karhutla sejak Agustus 2025.
“Lebih dari 1.200 personel gabungan dari BPBD, TNI, Polri, dan Manggala Agni dikerahkan untuk siaga di titik-titik rawan. Kami juga mengoperasikan empat unit helikopter untuk water bombing, terutama di wilayah yang sulit dijangkau lewat darat,” jelasnya.
Di samping itu, upaya pencegahan diperkuat melalui program Desa Peduli Api dan sistem peringatan dini berbasis citra satelit, yang memungkinkan deteksi cepat terhadap munculnya titik panas.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah juga mendorong penegakan hukum bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pembakaran lahan, baik secara individu maupun korporasi.
“Setiap pelaku pembakaran akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Ini penting sebagai efek jera, dan sebagai upaya untuk melindungi lingkungan,” tegasnya.
Meski jumlah kejadian karhutla cukup tinggi, Pemprov Sumsel tetap optimistis bisa mencegah terulangnya bencana kabut asap besar seperti yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Sudirman, kunci keberhasilan terletak pada pencegahan sejak dini dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga wilayah masing-masing.
“Sekali api muncul, proses pemadamannya sangat sulit dan memakan biaya besar. Karena itu, kesadaran masyarakat sangat penting dalam mencegah karhutla,” imbuhnya.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan, total luas lahan terbakar di Sumatera Selatan selama Januari hingga September 2025 mencapai 4.859 hektare.
“Kami berharap, dengan penguatan patroli, teknologi pemantauan, dan edukasi masyarakat, kita bisa kendalikan kebakaran dan jaga kualitas udara tetap sehat,” pungkasnya. (Tia)