Lindungi Belida dan Ikan Lokal Sumsel dari Ancaman Kepunahan

Kilang Pertamina Plaju Bersama Bersama Multi Stakeholder Selamatkan Spesies Ikan Lokal

Ekonomi55 Dilihat

Palembang, Focuskini

Populasi ikan lokal di Sumatera Selatan terus menghadapi ancaman kepunahan yang serius akibat degradasi habitat, penangkapan berlebihan, serta perubahan iklim. Menyadari urgensi ini, berbagai pemangku kepentingan—meliputi pemerintah, akademisi, dunia usaha, serta komunitas masyarakat —sudah semestinya mengambil langkah preventif yang strategis, guna menjaga keberlanjutan populasi ikan lokal dan sekaligus mendukung keberlangsungan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada perairan lokal.

Pasca penetapan ikan Belida (Chitala Lopis) sebagai spesies langka yang statusnya dilindungi penuh berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan (Kepmen KKP) Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Jenis Ikan yang Dilindungi, ditambah International Union for Conservation of Nature (IUCN) yang mengkategorikan spesies Chitala Lopis berada dalam status Extinct (punah) dalam lamannya https://www.iucnredlist.org/species/, semakin mendorong riset dan konservasi ikan bernilai ekonomis tinggi ini agar menjadi prioritas perlindungan pemerintah.

Hal inilah yang menarik perhatian PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit III Plaju untuk turut peduli agar ikan ini tak punah dan bisa kembali berenang bebas di habitatnya.

Berdayakan Masyarakat Pembudidaya Ikan

Selain menggandeng Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat (PRKSDLPD), upaya untuk menyelamatkan spesies ikan lokal sebagai bagian dari keanekaragaman hayati (Biodiversity) terus dilebarkan dengan memberdayakan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Barokah dan Pokdakan Tunas Makmur yang berkedudukan di Dusun Srinanti, Desa Sungai Gerong, Kecamatan Banyuasin I, Kabupaten Banyuasin.

Adapun dukungan yang diberikan berupa pelatihan pembuatan pakan hingga fasilitasi infrastruktur. Pokdakan Barokah sendiri didirikan sejak tahun 2018, dan didorong sejak 2022 melalui Program Belida Musi Lestari. Awalnya, Pokdakan ini cuma berfokus pada budidaya lele, dan beranggotakan 10 orang. Kemudian, menyusul pada 2024, Kilang Pertamina Plaju turut mendorong didirikannya Pokdakan Tunas Makmur beranggotakan 12 orang.

Kelembagaan dua Pokdakan ini berhasil mengantarkan masyarakat pada kemandirian ekonomi melalui budidaya ikan patin. Keberhasilan ini ditandai dengan panen ikan yang melimpah, yang kemudian dilepaskan kembali ke habitatnya di Sungai Musi sebagai ungkapan rasa syukur. Setidaknya, lebih dari 200 ekor ikan patin dan gurame dilepas ke Sungai Musi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan populasi ikan di Sumatera Selatan, di Sungai Musi. Yudi, salah satu penggerak Pokdakan Tunas Makmur, menyatakan rasa syukurnya atas panen melimpah ini.

“Alhamdulillah, kami sangat bersyukur ikan yang kami budidayakan kembali bisa berenang bebas di Sungai Musi,” ungkap Yudi. Sejak 2013, Yudi telah membudidayakan ikan patin di halaman rumahnya untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Pada 2021, Kilang Pertamina Plaju mulai memberikan perhatian dan dukungan kepada aktivitas budidaya ini melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) Belida Musi Lestari.

Kilang Pertamina Plaju memanfaatkan barang bekas limbah non B3 (bahan berbahaya dan beracun) menjadi bernilai guna di masyarakat. Lewat program perikanan terintegrasi ini tidak sekedar peningkatan produksi sektor perikanan namun juga menegaskan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan dan ekonomi berkelanjutan.

Pemanfaatan limbah ini menunjukkan bahwa limbah industri dapat memiliki manfaat baru ketika diolah secara kreatif. Dengan adanya sinergi antara pemanfaatan limbah untuk optimalisasi kawasan perikanan ini diharapkan menjadi model berkelanjutan yang dapat diterapkan di berbagai wilayah lain di Indonesia.

Pemanfaatan limbah palet turut memperpanjang nilai dari bahan bekas yang sebelumnya langsung dibuang sekarang dimanfaatkan sehingga lifetimenya lebih lama, dan menjadi wujud dukungan perusahaan terhadap tujuan kedua belas SDGs. Yakni memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan secara global, dengan fokus pada efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, dan promosi praktik-produksi yang ramah lingkungan.

Dorong Kebijakan

Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin Dr. Ir. Septi Fitri, M.M. turut mengapresiasi partisipasi Kilang Pertamina Plaju dalam upaya mendukung berkembangnya sektor perikanan di Banyuasin. Guna mendukung upaya pelestarian dari masyarakat perikanan di Banyuasin, Kilang Pertamina Plaju mengadvokasi Dinas Perikanan Banyuasin agar mengeluarkan Keputusan tentang pelarangan penangkapan ikan secara ilegal menggunakan alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan serta pelestarian ikan Belida, yang kemudian berhasil terbit dan tertuang dalam SK Nomor 72/KPTS/DISKAN/2024.

Dalam SK itu, Pemkab Banyuasin menetapkan bahwa penggunaan alat penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan meliputi jaring tarik yang terdiri atas dogol, pair seine, cantrang dan lampara dasar. Kemudian juga dilarang menggunakan jaring hela yang terdiri dari pukat hela dasar berpalang, pukat hela dasar udang, pukat hela kembar berpapan, pukat hela dasar dua kapal, pukat hela pertengahan dua kapal, pukat ikan dan pukat harimau.

Selain itu, nelayan juga dilarang menggunakan jaring insan yang terdiri atas perangkap ikan peloncat; dan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, racun, listrik, alat dan/atau cara yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan, atau bangunan yang dapat merugikan dan membahayakan kelestarian lingkungan.

“Iya, kalau ikan belida sekarang kan sudah kita larang, dan sudah ada aturannya tidak boleh diperjualbelikan. Nah, mudah-mudahan nanti ke depan kalau program yang diinisiasi oleh Pertamina ini nantinya berhasil, mungkin nanti bisa diturunkan status kelangkaannya dan bisa kita kembali manfaatkan kalau sudah tidak dilarang,” kata Septi.

Cabut Status Kelangkaan Putak

Upaya Riset terbaru yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang didukung penuh oleh Kilang Pertamina Plaju menemukan bahwa ikan putak (Notopterus notopterus) di Sumatera Selatan melimpah lebih dari yang diperkirakan.

Temuan ini memicu wacana perubahan status perlindungan ikan putak, yang selama ini memiliki nama lokal ‘Belida Jawa’, dari “spesies dilindungi penuh” menjadi “perlindungan terbatas,” sesuai usulan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Konservasi Ekosistem & Biota Perairan (KEBP).

Riset ini bertujuan untuk menindaklanjuti survei ikan putak di alam guna mengevaluasi status perlindungan ikan tersebut, yang selama ini dianggap langka berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 1 Tahun 2021.

Namun, data dari IUCN (International Union for Conservation of Nature) Redlist menunjukkan bahwa ikan putak masih termasuk kategori “Least Concern,” menandakan populasi yang relatif stabil. Temuan ini sangat relevan bagi wilayah Sumatera Selatan, di mana populasi ikan putak memiliki nilai ekonomi yang signifikan, terutama dalam industri makanan olahan lokal seperti pempek, tekwan, otak-otak, dan kerupuk.

“Assessment ini penting agar kita dapat menyesuaikan kebijakan perlindungan ikan putak sehingga sumber daya ini dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ujar Kepala PRKSDLPD Badan Riset & Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Arif Wibowo.

Proses perubahan status perlindungan ikan diatur dalam Permen KP No. 35 Tahun 2013, yang melibatkan enam langkah, termasuk usulan inisiatif, verifikasi, dan konsultasi publik. Dengan hasil riset yang menunjukkan kelimpahan ikan putak, diharapkan KKP dapat mempertimbangkan perubahan status perlindungan dari “spesies dilindungi penuh” menjadi “perlindungan terbatas,” memungkinkan pemanfaatan terkontrol dan berkelanjutan. PRKSDLPD BRIN akan menyampaikan laporan awal riset ini pada November 2024, sementara laporan final direncanakan pada Desember.

Menyambut hal ini, Ketua Tim Kerja Perlindungan dan Pelestarian Jenis Ikan, di bawah Direktorat Konservasi Ekosistem & Biota Perairan, Ditjen PKRL KKP, Ir. Pingkan Katharina Roeroe, M.Si mengapresiasi keterlibatan Kilang Pertamina Plaju dan BRIN dalam upaya menyelamatkan ekosistem Belida dan Putak.

“Saya mengapresiasi penuh kepada Kilang Pertamina plaju atas kerjasama dengan BRIN dalam melakukan pengelolaan terhadap ikan Belida, karena hasilnya sudah ada dan sungguh luar biasa, karena itu untuk pelestarian ikan Belida itu sendiri, dimana itu sangat menjadi ikon di Provinsi Sumatera Selatan dan merupakan bagian dari pada masyarakat yang memanfaatkan itu, sehingga ini perlu dilestarikan,” ujar Pingkan saat ditemui di Gedung Mina Bahari III KKP di Jakarta Pusat, 7 Oktober 2024 lalu.

Area Manager Communication, Relations & CSR RU III PT Kilang Pertamina Internasional, Siti Rachmi Indahsari mengatakan, pihaknya aktif mendukung upaya pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas) di Sumatera Selatan.

Perusahaan pengolahan migas & petrokimia ini beroperasi di tepian Sungai Musi, yang juga merupakan habitat alami ikan lokal Sumsel seperti Putak dan Belida (Chitala Hypselonotus) yang merupakan ikon Kota Palembang menjadi maskot Sumatera Selatan, melalui program “Belida Musi Lestari.”

Program ini bertujuan untuk memastikan kelestarian ikan belida serta ikan-ikan lain di Sumsel, yang memiliki nilai ekologis dan budaya tinggi bagi masyarakat Sumatera Selatan.

“Kami sangat mendukung upaya pelestarian ikan belida melalui berbagai program konservasi yang kami jalankan, serta turut mendukung riset BRIN terkait ikan Belida & Putak, serta mendorong masyarakat agar turut membudidayakan ikan-ikan lokal yang lain. Pelestarian sumber daya perikanan ini penting untuk ekosistem dan ekonomi lokal,” ujar Rachmi.

Ikan-ikan lokal Sumsel yang dimaksud adalah gabus, jelawat, tembakang dan sepat yang mulai langka, termasuk ikan betok guna mencegah kelangkaannya. Selain itu, masyarakat juga diajak membudidayakan ikan konsumsi seperti gurame, patin, nila dan lele. “Hal ini menjadi langkah preventif dengan cara perikanan budidaya di darat, harapannya ikan ikan disini tidak jadi langka seperti Belida,” lanjut Rachmi.

Dengan sinergi antara riset ilmiah, dukungan sektor swasta, dan apresiasi dari pemerintah, langkah-langkah yang diambil diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi kelestarian sumber daya perikanan di Indonesia.

Melalui program Belida Musi Lestari, Pertamina turut mendukung capaian Sustainable Development Goals (SDGs) poin 14 yang bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan, serta sejalan dengan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG).