Peradaban manusia terus berkembang dengan kecepatan perubahan yang semakin akseleratif. Era modern ditandai dengan munculnya revolusi industri yang menyebabkan mekanisasi pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Evolusi peradaban terus berlangsung tanpa henti, hingga saat ini kita berada pada era teknologi digital yang revolusioner. Hampir semua aspek kehidupan masyarakat telah terdigitalisasi dalam derajat yang beragam. Derasnya arus digitalisasi yang nampak, ternyata masih menyisakan sebuah pertanyaan besar, yaitu benarkah digitalisasi ini telah membawa dampak yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kualitas hidup, mengingat saat ini masih banyak permasaahan mendasar yang belum juga terpecahkan, seperti kualitas hidup, pendidikan dan keseharian lainnya semisal administrasi dan birokrasi.
Perubahan digital telah membawa dampak yag luar biasa, di mana batasan-batasan makin samar bahkan hampir tidak ada. Cara kita bekerja maupun berkomunikasi sudah jauh berbeda dengan beberapa dekade sebelumnya. Sesuatu yag “tabu” pada masa lalu misalnya, menjadi hal yang biasa dibicarakan dalam ranah publik , karena kemajuan teknologi dan era media sosial. Perubahan teknologi, cenderung menyebabkan timbulnya disrupsi terutama dalam perekonomian. Contoh paling populer adalah bagaimana saat ini perusahaan transportasi terbesar di dunia tidak memiliki satupun armada. Sebagaimana platform sosial media seperti Facebook, Instragram, Twitter, Youtube dan TikTok tidak satupun membuat konten. Justru penggunanyalah yang berlomba membuat konten.Tentu saja masih sangat banyak contoh lain yang dapat diambil. Dari sini, kita melihat bahwa di tangan mereka yang memiliki pola pikir digital yang tepat, maka teknologi bisa berubah menjadi alat yang sangat efektif untuk merubah habit/kebiasan bahkan merubah peradaban.
Saat ini, UMKM masih menjadi pondasi kuat dari perekonomian Indonesia, tidak saja karena jumlah unit usaha dan tenaga kerjanya yang dominan, namun juga kontribusinya yang cenderung terus meningkat. Namun demikian, UMKM masih saja dihinggapi berbagai permasalahan klasik seperti permodalan, administrasi dan tata kelola, akses pemasaran dan keuangan. Lalu bagaimanakah posisi dan peran UMKM dalam era digitalisasi saat ini?.
Pada masa pandemi lalu, UMKM terdampak sangat dahsyat, terutama dari faktor pemasaran. Namun demikian terlihat bahwa ada berkah dari pandemi saat itu, yaitu sudah tersedianya banyak outlet digital atau marketplace yang bisa dijadikan sarana perpindahan dari berjualan secara offline (melalui toko, warung dll) menjadi berjualan secara online. Namun mengubah pola pikir (mindset) UMKM menjadi pola pikir digital memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Bersumber dari Survei yang dilakukan oleh IDeA tahun 2021 lalu, 77% UMKM masih mengalami kendala dalam digitalisasi terlebih dalam pemasaran digital. Tantangan pengembangan ekonomi digital berasal dari kondisi infrastruktur yang belum ideal, regulasi dan keamanan siber, literasi digital yang masih lemah , dan terutama pola pikir digital yang belum dimiliki oleh mayoritas pelaku UMKM.
Di era digital ini, strategi pengembangan UMKM juga dituntut berbeda dengan era sebelumnya. Esensi dari digitalisasi adalah cepat, mudah, murah dan aman. Oleh sebab itu, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan ekonomi digital antara lain adalah: pertama, peningkatan lIterasi digital sebagai pondasi terciptanya lingkungan yang peka perubahan dan inovatif. Literasi digital ditingkatkan dengan menghadirkan materi yang populer dan kekinian, narasumber dan kontributor yang inspiratif serta sesuai dengan kebutuhan UMKM.
Kedua, membangun sebuah system thinking yang terstruktur dengan menyusun sebuah kurikulum digitalisasi dari sisi pemasaran dan pembayaran. Kegiatan ini harus dilakukan secara konsisten dan terukur dengan berbagai bentuk seperti ,seperti workshop, pelatihan produksi, maupun pemasaran digital. Ketiga, diperlukan sebuah strategi “show the champion”, di mana perlu adanya pendampingan khusus ada beberapa UMKM yang sudah memiiki digital mindset dan mengadopsi teknologi pemasaran online. Keberhasilan para juara ini lalu ditunjukkan dan digaungkan kepada para UMKM lainnya yang masih wait and see terhadap adopsi cara cara tersebut. Kuncinya adalah membuat UMKM menjadi open mind dan mau mencoba untuk berbisnis dengan cara yang berbeda melalui digitalisasi.
Keempat, adanya program inkubasi inovasi UMKM sebagai media yang tepat untuk menciptakan SDM UMKM yang peka terhadap perubahan dan memiliki ide-ide inovasi yang progresif. Guna mengakomodir banyaknya ide yang sangat beragam, maka perlu ada kurator inkubasi inovasi yang dikelola oleh badan atau lembaga pengelola ekonomi kreatif. Wadah ini, bebas digunakan oleh siapapun untuk menuangkan ide maupun gagasan yang nantinya bisa dikembangkan dalam bentuk inovasi secara mandiri maupun secara kolaboratif. Selanjutnya, ide-ide inovasi ini diseleksi dan ditindaklanjuti sesuai dengan tantangan problem riil yang dihadapi.
Kelima, mendorong pelaku UMKM lebih melek keuangan dan sistem pembayaran digital. Perubahan teknologi juga sangat cepat berimbas pada sistem pembayaran, sehingga UMKM harus mampu mengadopsi dan beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Berbagai contoh nyata perkembangan sistem pembayaran, antara lain terlihat dari semakin meluasnya penggunaan uang elektronik, dompet elektronik, kanal pembayaran QRIS dan dukungan kecepatan pemindahan dana melalui BI FAST dan lain-lain.
Jika keseluruhan hal tersebut dilakukan, maka akan membentuk sebuah ekosistem digital yang terintegrasi mulai dari pelaku ekonomi kreatif, pasar digital dan dukungan infrastruktur digital yang memadai, didukung oleh SDM berpola pikir digital yang kompeten. Semoga melalui perubahan pola pikir dan terciptanya ekosistem digital, UMKM akan terus menjadi pondasi perekonomian yang semakin kuat dan berkontribusi semakin besar terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.(*)