Pemprov Sumsel Perketat Pengawasan Distribusi Telur untuk Cegah Kontaminasi

Ekonomi25 Dilihat

Palembang,Focuskini

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) memperketat pengawasan terhadap distribusi telur konsumsi guna mencegah potensi kontaminasi bakteri pada produk hewani tersebut.

Upaya ini dilakukan seiring tingginya konsumsi telur oleh masyarakat sebagai sumber protein yang mudah diakses dan terjangkau.

Pejabat Otoritas Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumsel, Jafrizal menyampaikan bahwa keamanan dan kebersihan telur perlu dijamin sejak dari peternakan hingga ke tangan konsumen.

Hal itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012.

“Pemerintah, baik pusat maupun daerah, memiliki kewajiban menjamin higiene dan sanitasi produk hewan dari hulu ke hilir, termasuk produk telur yang berisiko tinggi terkontaminasi jika tidak ditangani secara benar,” ujar Jafrizal, Senin (6/10/2025).

Ia menegaskan pengawasan harus dilakukan secara berlapis, dimulai dari peternakan, tempat penyimpanan, hingga ritel dan toko.

Salah satu instrumen penting adalah kepemilikan sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) oleh para pelaku usaha di sektor pangan hewani.

“Masih banyak yang beranggapan bahwa NKV hanya diwajibkan bagi peternak. Padahal gudang penyimpanan, tempat pengolahan, kios, hingga toko ritel juga harus memiliki NKV karena risiko kontaminasi bisa terjadi di setiap titik distribusi,” tegasnya.

Menurutnya, telur yang awalnya sehat dapat menjadi berbahaya bila disimpan di tempat yang tidak higienis, terkena paparan debu, atau ditangani oleh tenaga kerja yang tidak menjaga kebersihan, serta pentingnya pengendalian suhu dan konsistensi kondisi penyimpanan.

“Kelemahan di satu titik dalam rantai distribusi bisa merusak keseluruhan mutu produk,” imbuhnya.

Ia mengatakan NKV bukan sekadar dokumen administratif, melainkan bagian dari sistem jaminan mutu produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH).

Dengan kepemilikan sertifikat ini, pelaku usaha juga akan mendapat edukasi dan pembinaan mengenai pengelolaan pangan hewani yang baik.

“Harapan kami, melalui pembinaan yang berkelanjutan, para pedagang dan pelaku usaha dapat memenuhi standar keamanan pangan, sehingga telur yang sampai di meja makan masyarakat benar-benar menjadi sumber gizi, bukan sumber penyakit,” ucap dia. (Tia)