Sudah Dibangun Sejak Abada ke-18, Musala Al-Kautsar Masih Berdiri Kokoh

Palembang12 Dilihat

Palembang,Focukini

Musala Al-Kautsar Palembang yang terletak di Jalan Ali Gatmir, Lorong Sungai Buntu, Kelurahan 10 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II Kota Palembang masih berdiri kokoh.

Padahal, Musala yang berada tepat dipinggir Sungai Musi ini sudah dibangun sejak abad ke-18. Musala ini dibangun oleh Habib Husein bin Abdullah Alkaff.

Pantauan di lokasi, seluruh bangunan musala masih terbuat dari kayu dan terlihat sederhana.

Namun, letaknya yang berada tepat dipinggir Sungai Musi membuatnya terasa tenang dan sejuk.

Tak hanya itu, semilir angin yang berhembus disertai dengan pemandangan perahu kecil dan kapal lalu lalang yang melintas di Sungai Musi menjadi momen istimewa saat duduk di teras Musala Al-Kautsar.

Namun, dibalik itu semua, Musala Al-Kautsar tersimpan cerita yang memilukan.

Musala ini juga menjadi saksi bisu pengeboman oleh Belanda saat perang lima hari lima malam, setelah Proklamasi.

Musala Al-Kautsar Palembang pernah di bom oleh Belanda saat perang lima hari lima malam, setelah Proklamasi.

Alasan Belanda mengebom musala sendiri karena mengira musala termasuk area Istana Anyar atau orang Bingen menyebutnya dengan Astanaanyar.

Setelah pengeboman tersebut, musala hancur dan hanya menyisakan sebagian bangunan.

“Musala ini pernah jadi saksi pengeboman oleh orang Belanda untuk menghancurkan kekuasaan di sini, karena dekat dengan Istana Anyar, musala hancur, hanya menyisakan sebagian bangunan, “cerita Abdullah bin Alwi Bin Husein cucu pendiri musala saat ditemui di lokasi, Senin (10/3/2025).

Lalu kata Abdullah, musala kembali dibangun oleh oleh Habib Muhksin Syekh Abu Bakar.

“Untuk bagian dalam musala itu dalamnya masih seperti dulu tidak berubah, kayunya masih kayu dahulu, paling ada penambahan kanan dan kiri ini saja, sebab masyarakat di sekitar masalah tiap tahunnya bertambah, sehingga kanan dan kiri bangunan musala diperluas, ” kata Abdullah.

Abdullah mengungkap bahwa pembangunan musala sendiri sebagai tempat beribadah dan untuk menyiarkan agama Islam.

“Musala ini dibangun dipinggir Sungai Musi di akhir abad ke-18, pembangunan musala ini sebagai tempat beribadah dan untuk menyiarkan agama Islam, “ungkap Abdullah.

Masuk ke dalam musala terlihat mimbar sederhana berwarna coklat sebagai tempat imam memimpin salat.

Mimbar kayu yang menempel di dinding warna hijau putih tersebut tampak menonjol.
Apalagi bentuk mimbar itu membulat corong ke atas seperti bangunan kubah ciri khas musola.

Memiliki luas kurang lebih 10×12 meter, Musala Al Kautsar mampu menampung sekitar 200 jemaah. Jemaah itu biasanya dari warga sekitar musala dan ada juga yang dari Banyuasin, daerah Sungsang dan Mesuji.

Jemaah luar Palembang itu, biasanya singgah di waktu Salat Zuhur juga Asar. Mereka adalah nelayan yang melintas di Sungai Musi. Tak hanya salat, nelayan-nelayan tersebut sengaja ingin istirahat.

Nelayan yang singgah di sana, biasanya meletakan perahu kecil atau getek mereka di pagar teras belakang musala yang langsung menghadap ke bantaran Sungai Musi. Teras belakang itu dipagar dan disediakan tangga untuk kapal kecil merapat.

“Dulu banyak nelayan-nelayan yang singgah salat, tetapi sejak adanya pembangunan jembatan-jembatan penghubung Ulu dan Ilir, kebiasaan nelayan bersinggah ke Musala Al Kautsar berkurang,” ujar Abdullah.

Saat Ramadan seperti sekarang lanjut Abdullah, jemaah di Musala Al Kautsar Palembang juga ramai didatangi masyarakat ketika momen Ziarah Kubro.

“Bahkan, banyak imam besar asal Yaman yang berkunjung ke musala, karena memang pendiri musala ini merupakan keturunan wali dan perantau dari Arab, ” terang Abdullah.

Masyarakat sekitar Musala ini pun, juga merupakan peranakan keturunan Arab yang mayoritas mereka adalah pedagang, sehingga tradisi umat muslim masih sangat berkembang.

Abdullah bercerita, keistimewaan Musala Al Kautsar Palembang tak hanya dari aturan dan bangunan yang berada di atas aliran Sungai Musi. Rumah ibadah ini, tidak pernah kebanjiran meski berdiri di sungai terpanjang kedua Pulau Sumatra.

“Cuaca hujan sederas apapun, musala ini Alhamdulillah tak pernah banjir. Paling di teras belakang, merembes air dan tidak masuk dalam musala,” beber Abdullah.

Cerita menarik lain kata Abdullah, selama musala ini ada, sejumlah tokoh dan pejabat pernah berkunjung dan salat di sini, seperti Wali Kota Palembang periode Eddy Santana dan Harnojoyo. Kemudian ada juga dari pengacara tenar Ari Yusuf Amir.

“Harnojoyo dulu itu salat subuh berjamaah pernah di sini, karena programnya,” jelas Abdullah.

Musala Al-Kautsar Palembang juga diperkhususkan untuk laki-laki salat 5 waktu, dan tidak diperbolehkan untuk perempuan.

“Perempuan tidak diperbolehkan salat di dalam musala sesuai dengan hukum syariat Islam, tetapi tidak berlaku untuk di Masjid, kalau di masjid perempuan boleh salat,” jelas Abdullah.

“Misal salat tarawih untuk perempuan itu dulu ada rumah didepan, tidak hanya musala Al-Kautsar, hampir seluruh musala di mana saja, memang hukum syariat nya tidak memperbolehkan perempuan salat di musala, karena lebih bagusnya di rumah saja, ” tutup Abdullah.

Saat ini, musala Al-Kautsar Palembang dijaga dari generasi ke generasi oleh keluarga Syekh Abu Bakar dan warga sekitar. (*)