Jakarta,Focuskini
Pertamina terus berupaya mewujudkan Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, sebagai perusahaan energi yang juga concern terhadap pengembangan energi baru terbarukan, Pertamina menggelar Sustainability Transcendence Forum (STF) yang dilaksanakan pada Kamis, 13 Februari 2025, di Executive Lounge, Grha Pertamina.
Komisaris Utama Pertamina, Mochamad Iriawan, dalam sambutannya yang disampaikan oleh Komisaris Independen Pertamina, Raden Adjeng Sondaryani, menyampaikan, STF selaras dengan visi bapak presiden dalam Asta Cita, ketahanan energi telah menjadi inti dari strategi nasional.
Melalui sumber daya alam yang melimpah, lanjut Iriawan, Indonesia harus menjadi pemimpin dalam transformasi energi, sehingga Pertamina perlu melakukan pendekatan yang lebih holistik, di mana keberlanjutan diintegrasikan dalam setiap aspek strategis perusahaan.
“Secara global, tahun 2030 diperkirakan akan terjadi 40% kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air ini berpotensi menimbulkan risiko ketahanan pangan dan kekeringan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, komitmen semua sektor industri dalam pengelolaan air yang berkelanjutan menjadi sangat penting dan mendesak untuk dilakukan,” kata Iriawan.
Tema acara STF kali ini, Global Sustainability & Energy Outlook and global water agenda, energi dan air adalah fondasi keberlangsungan Pertamina.
“Pertamina memiliki peran strategis merealisasikan visi Asta Citra dengan memastikan bahwa ketahanan energi berjalan seiring dengan pembangunan berkelanjutan, artinya Pertamina harus memperluas investasi dalam energi baru dan terbarukan, seperti panas bumi dan tenaga surya serta kemajuan teknologi pengelolaan air dalam operasional perusahaan,” sambung Iriawan.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, Salyadi Saputra, menyampaikan, forum ini sangat penting buat kita semua karena kita harus menunjukkan komitmen kita terhadap sustainability.
Komitmen ini, sambung Salyadi, tidak bisa direalisasikan tanpa meningkatkan secara terus-menerus mengenai pemahaman, melakukan upskilling tentang sustainability dan bagaimana merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, tentunya dalam program-program kerja.
“Namun demikian, tentunya kita perlu juga menjalin selalu membuka diri, menjalin kerjasama dengan pihak-pihak atau stakeholder lainnya termasuk dari global player. Oleh karena itu, kita mengundang dari internasional energy agency supaya kita bisa paham bagaimana dunia ini merespon terhadap isu-isu climate change yang selalu dinamis. Kita harus berusaha untuk menyesuaikan diri karena kita tidak bisa berjalan sendirian, Indonesia apalagi Pertamina tidak bisa jalan sendirian harus selalu dalam koridor atau framework yang secara global,” jelas Salyadi.
Pemerintah masih dalam komitmennya di Paris Agreement dengan Net Zero Emission 2060 atau lebih cepat lagi. Oleh karena itu, Pertamina harus berkontribusi, berperan aktif membantu pemerintah untuk mencapai target tersebut.
“Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan bahwa kita sekarang sedang melakukan review lagi terhadap roadmap Net Zero Emission yang kita sudah tanda tangani bersama antara holding dan subholding di Tahun 2022 l, kita akan sesuaikan selaraskan, dengan pertama tentunya dengan RJPP 2025-2029,”
Dalam menjalankan dekarbonisasi, Pertamina melakukan beberapa aktivitas, pertama, penguatan teknologi dan financing support.
Kedua, Pertamina mengembangkan neutral carbon business, seperti geothermal. “Kita memproduksi energi tapi emisinya almost zero,” ungkap Salyadi.
Ketiga, Pertamina bisa lakukan offsetting NZE dengan melakukan CCS/CCUS. Pertamina juga sedangkan mengembangkan Neutral base solution di PNRE.
Konklusi Para Ahli
Dalam kesempatan tersebut turut menghadirkan pembicara dari internasional energy agency, yakni Sue-Ern Tan, Head IEA Regional Cooperation Center, Singapore dan Michael Waldron, Senior Advisor and Program Manager JETP Indonesia.
Sue-Ern menyampaikan, berdasarkan analisisnya, ia melihat energi bersih tumbuh lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya, memenuhi sekitar 1/3 dari pertumbuhan permintaan hingga 2035.
“Ke depan, kami memiliki lebih banyak proyek energi terbarukan sehingga elektrifikasi terus meningkat. Namun, hal itu tidak menurunkan penggunaan bahan bakar fossil. Artinya, semua terus tumbuh, meningkat seiring bertambahnya populasi manusianya,” kata Sue-Ern.
Penggunaan energi terbarukan dan energi bersih harus dimulai, Sue-Ern melanjutkan, hal itu untuk menjaga emisi agar terus menurun agar tetap menjaga kualitas udara dengan mendorong lebih keras pada energi baru terbarukan.
“Peran angin dan matahari untuk melakukan banyak elektrifikasi, meningkatkan peran biofuel, serta mulai beralih ke hidrogen,” terang Sue-Ern.
Sedangkan, Michael Waldron, Senior Advisor and Program Manager JETP Indonesia, mengatakan bahwa saat ini perusahaan minyak dan gas dapat fokus pada operasional mereka sendiri, tetapi untuk mencapai transisi energi bersih merupakan hal yang benar-benar menarik.
“Penting bagi perusahaan minyak dan gas untuk melihat cara memposisikan diri mereka dalam ekonomi energi baru. Jadi, berinvestasilah dalam proyek energi bersih dan ini menunjukkan investasi oleh perusahaan minyak dan gas dalam energi bersih dan beberapa tahun terakhir meningkat,” jelas Michael.
“Jadi, jelas ada banyak hal yang dapat dilakukan perusahaan minyak dan gas dalam hal berinvestasi dalam energi bersih. Kini kabar baiknya adalah ada banyak sinergi antara berbagai Teknologi Energi Bersih yang dibutuhkan dalam Transisi energi dan jenis kompetensi, keterampilan, dan aset internal yang dimiliki perusahaan minyak dan gas,” lanjut Michael.
Selain Sue-Ern dan Michael, turut hadir juga Retno Marsudi, mantan Menteri Luar Negeri RI dua periode (2014-2024). Retno menyampaikan bahwa semuanya akan menuju ke energi terbarukan, baik air maupun energi adalah dua element yang paling penting dan saling terkait di antara keduanya.
“Ke depan diskusinya atau hal yang harus ditemukan solusinya adalah ketika kita meningkatkan produksi energi namun harus menemukan sebuah teknologi atau pilihan yang memerlukan air atau menggunakan air secara efisien. Artinya, bagaimana Kita menemukan sebuah solusi yang pertama energinya naik namun kebutuhan airnya dapat di hemat,” tutur Retno.
Apresiasi Sustainability Awards untuk Kinerja Program Dekarbonisasi di Pertamina Group 2024, sebagai perwakilan Sub Holding PNRE, PGE Area Ulubelu mendapatkan penghargaan dari project debottlenecking jalur produksi untuk efisiensi transportasi, sedangkan PGE Tbk. mendapatkan penghargaan best of ESG Rating Champion 2024.(soim)