Aliran Dana Suap Fee Pokir DPRD OKU Rp 308 Juta

Hukrim13 Dilihat

Plalembang,Focuskini

Sidang perkara Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tiga anggota DPRD OKU dan Kepala Dinas PUPR OKU kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Selasa (23/9/2025). Agenda persidangan kali ini menghadirkan sejumlah saksi dari pihak swasta.

Dalam perkara ini, empat terdakwa yang duduk di kursi pesakitan yakni Nopriansyah selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU, Ferlan Juliansyah (anggota Komisi III DPRD OKU), M. Fahrudin (Ketua Komisi III DPRD OKU), serta Umi Hartati (Ketua Komisi II DPRD OKU).

Sidang dipimpin majelis hakim Fauzi Isra SH MH, dengan dihadiri tim Jaksa Penuntut Umum KPK RI.

Salah satu saksi, Edo, dalam keterangannya mengaku mengenal saksi Narandia dan Maulana. Ia bahkan mengaku memerintahkan pencairan uang sebesar Rp308 juta dari rekening perusahaan.

“Terkait aliran dana Rp308 juta tersebut sudah saya terima. Untuk pencairannya, kami tarik usai rilis KPK. Saya hanya memerintahkan dicek apakah ada uang di rekening. Kalau ada, saya perintahkan Narandia Dinda untuk tarik dulu,” ujarnya di persidangan.

Edo menjelaskan, dari total dana yang ditarik, Rp7,5 juta diberikan kepada Narandia Dinda sebagai hak kerja, sedangkan sisanya ia pegang sendiri. “Uang tersebut terpakai. Baru saya setorkan Rp100 juta ke penampungan KPK, sisanya masih saya usahakan untuk pengembalian,” katanya.

Namun, saat dicecar mengenai dugaan aliran dana sebesar Rp800 juta, Edo mengaku tidak mengetahuinya.

“Saya tidak tahu soal uang Rp800 juta itu. Seusai ditarik Narandia di rekening lain, penyerahannya juga saya tidak tahu,” ungkapnya.

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Nopriansyah, Dr Juli Hartono Yakub SH MH, menilai kliennya bukanlah pihak pengambil kebijakan.

“Klien kami hanya menjalankan kebijakan yang telah dibentuk legislatif dan eksekutif. Dalam fakta persidangan, saksi terkesan menyudutkan klien kami. Padahal seharusnya yang bertanggung jawab adalah pemegang kebijakan tertinggi saat itu, yakni Pj Bupati OKU,” tegasnya.

Juli Hartono juga mengungkapkan bahwa pada malam 21 (September), saat rapat di DPRD tidak kuorum, Pj Bupati OKU memerintahkan terdakwa Nopriansyah untuk menemui anggota DPRD yang tidak hadir di Hotel Zuri.

“Bahkan Pj bupati yang memerintahkan klien kami. Saat itu, apa yang disampaikan hanya sekadar menyetujui tanpa statemen apapun. Jadi, seharusnya PJ Bupati OKU yang bertanggung jawab. Beliau yang mengakomodir anggota dewan di rumah dinas untuk membahas dana aspirasi. Pertanyaannya, mengapa dana aspirasi (Pokir) berubah menjadi fee Pokir? Siapa yang merancang fee Pokir ini?” ujarnya.(ANA)